Yang Mati Lebih Tajam Pendengarannya daripada yang Hidup

KETAJAMAN PENDENGARAN YANG TELAH MATI



Tanya :
"Apakah orang-orang yang di alam kubur mampu mendengar ucapan salam orang yang berziarah kepada mereka padahal dalam al Quran (Ar Rum: 52) “Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….”


Jawab :
Dari penjelasan di dalam kitab Tafsir Ahkam, Imam Al Qurtubi menghuraikan bahwa ayat “Fainnaka laa tusmi’ul mautaa…” (maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….” ianya berkaitan dengan peristiwa pertanyaan sahabat Umar bin Khattab saat Rasulullah saw memanggil tiga orang pemimpin kafir Quraiys dalam perang Badar yang telah meninggal bebarapa hari.
Saat itu Rasulullah saw ditanya oleh Umar bin Khattab ra:


يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟ يقول الله إنك لا تسمع الموتى فقال : والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا


Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil-manggil mereka yang telah meninggal tiga hari boleh mendengarkan panggilanmu. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam al quran: Innaka laa tusmi’ul mauta?

Lalu dijawab oleh Rasulullah saw : “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah engkau sanggup mendengar mereka, mereka lebih mendengar daripada kamu hanya saja mereka tidak mampu menjawab.” (HR. Muslim dari Imam Anas ra)

Menurut hadits Shohihaini (Bukhari Muslim) Dari sanad yang berbeza-beza, Rasulullah saw pernah berbicara kepada orang-orang kafir yang gugur dalam perang badar saat mereka dibuang di sumur Quleb kemudian Rasulullah saw berdiri dan memanggil nama-nama mereka (ya fulan bin fulan 2x) “Apakah engkau telah mendapatkan janji dari Tuhanmu dengan benar, sedangkan saya telah mendapatkan janji yang benar pula dari Tuhanku.”



Dalam penjelasan kitab Tafsir Ibnu Katsir bahawa yang dipanggil oleh Rasulullah saw itu adalah: Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Robi’ah dan Syaibah bin Robi’ah. Ketiganya itu adalah tokoh kafir Quraisy.

Hadith tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik. Dalam riwayat lain menyebutkan bahawa orang yang mati apalabila sudah dikuburkan dan orang yang menguburkan itu kembali pulang, dia mampu mendengar gesekan suaranya.

Menurut Imam Al Qurtubi, orang yang sudah meninggal itu bukan bererti mereka tidak lenyap sama sekali juga tidak pula rosak hubungan dengan orang yang masih hidup. Tetapi yang meninggal itu hanya terputus hubungan antara roh dan badan dan hanya berpindah dari alam dunia ke alam kubur. (Tafsir ahkam Juz 7: hal 326).

Dengan demikian apakah orang yang meninggal itu boleh mendengar orang yang masih hidup saat bersalam atau lainya cukup jelas keterangan ayat dan hadits pada peristiwa perang Badar.

Untuk lebih jelasnya lagi, kita boleh mengkaji Kitab Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauzi (Juz I halaman 5) yang menulis riwayat Ibnu Abdil Bar yang menerangkan kepada ketetapan sabda Rasulullah saw:

ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام


“Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya yang dikenal saat hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan roh saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temannya.”

Bahkan menurut Ulama Salaf mereka telah ijma’ (sepakat) bahawa masalah orang yang mati mampu mengenal yang hidup pada saat ziarah bahkan mereka gembira atas dengan menziarahinya. Hal ini, kata Ibnu Qoyyim, merupakan riwayat atsar yang mutawatir Selengkapnya kata-kata Ibnu Qoyyim itu sebagai berikut:

والسلف مجمعون على هذا وقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به


Ibnu Qoyyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid biin Abidunya dalam kitab Kubur pada bab ma’rifatul mauta biziyaratil ahya. Menyebut hadits sebagai berikut:

عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم


Arti bebasnya: Dari Aisyah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang ziarah kubur saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayat itu, dan Allah akan mengembalikan roh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai ziarah.”

Mayat menjawab salam siapa saja orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik yang dikenal mahupun yang tidak dikenalinya sebagaimana dalam sebuah riwayat hadits berikut:

عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مر الرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام


Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apabila orang yang melawat kubur saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalaminya. Demikian juga mereka (mayat lain) akan menjawab salamnya orang-orang yang tidak kenal.”

Waktu Ziarah yang baik



Satu ketika, Seorang lelaki dari Keluarga ‘Ashim Al Jahdari bercerita bahwa dia melihat Ashim al Jahdari dalam mimpinya setelah beliau meninggal dua tahun. Lalu lelaki itu bertanya:

“Bukankah Anda sudah meninggal?”

“Betul!”

“Lalu dimana sekarang?”

“Demi Allah, saya ada di dalam taman Syurga. Saya juga bersama sahabat-sahabatku berkumpul setiap malam Jumaat hingga pagi harinya di tempat (kubur) Bakar bin Abdullah al Muzanni. Kemudian kami saling bercerita.”

“Apakah yang bertemu itu jasadnya saja atau rohnya saja?”

“Kalau jasad kami sudah hancur, jadi kami berkumpul dalam roh”

“Apakah Anda sekalian mengenali kalau kami itu berziarah kepada kamu?”

“Benar!, kami mengetahui setiap petang Jumaat dan hari Sabtu hingga terbit matahari”

“Kalau hari lainnya?”

“Itulah fadilahnya hari Jumaat dan kemuliannya” (Cerita itu menurut Ibnu Qoyim bersumber dari Muhammad bin Husein dari Yahya bin Bustom Al Ashghor dari Masma’ dari keluarga Asyim Al Jahdari) Bahkan bukan petang Jumaat dan hari Sabtu saja, menurut riwayat Muhammad bin Husein dari Bakar bin Muhammad dari Hasan Al Qoshob berkata bahwa orang-orang yang meninggal para penziarah pada hari Jumaat dan hari sebelum dan setelahnya (Hari Kamis dan Sabtu).

Bentuk Salam

Ucapan salam yang disampaikan saat melewati makbaroh atau berziarah biasanya seperti yang banyak ditulis dalam kitab hadits yang sangat banyak adalah dengan ungkapan:

ألسلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا ان شاء الله تعالى بكم لاحقون


“Semoga keselamatan atas kamu wahai kaum mukminin yang ada di alam kubur, Insya Allah kami akan menyusul.”

Kesimpulan:Orang yang meninggal dengan izin Allah akan mendengar salam orang yang masih hidup dan mampu menjawabnya. Bahkan pendengaran mereka lebih peka daripada yang hidup.

Orang yang memberi salam kepada ahli kubur baik yang dikenal maupun tidak dikenal, merekapun akan menjawab salam kita.

Para ahli kubur akan merasa tenang apabila ada saudaranya yang menziarahi.

Orang yang berziarah, elok dilakukan pada hari Khamis, Jumaat dan Sabtu.

Ucapan salam kepada ahli kubur yang tenang adalah ucapan: Assalamu ‘alaikum daara qoumin mu’mininina, wainna insya Allahu ta’alaa bikum laahikuum.

Ulama Nusantara | Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari

ULAMA NUSANTARA
SYAIKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI






KISAH DAN RIWAYAT
Nama Syaikh Muhammad Arsyad menempati hati masyarakat Kalimantan dan Indoensia sebagai ulama besar dan pengembang ilmu pengetahuan dan agama. Belum ada tokoh yang mengalahkan kepopuleran nama Syaikh Arsyad Al-Banjari. Karya-karyanya hinga kini tetap dibaca orang di masjid dan disebut-sebut sebagai rujukan. Nama kitabnya Sabilal Muhtadin diabadikan untuk nama Masjid Agung Banjarmasin. Nama kitabnya yan lain Tuhfatur Raghibin juga diabadikan untuk sebuah masjid yang tak jauh dari makan Syaikh Arsyad. Tak hanya itu, hampir seluruh ulama di Banjarmasin masih memiliki tautan dengannya. Baik sebagai  keturunan atau muridnya. Sebut saja nama almarhum K.H. Zaini, yang dikenal dengan nama Guru Ijay itu, adalah keturunan Syaikh Arsyad. Hampir semua ulama di Kalimantan, Sumatera, Jawa, dan Malaysia, pernah menimba ilmu dari syaikh atau dari murid-murid syaikh.

Ulama yang memiliki nama lengkap Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman Al-Banjari itu ternyata memang bukan orang biasa. Ia adalah cicit Sayid Abu Bakar bin Sayid Abdullah Al-’Aidrus bin Sayid Abu Bakar As-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman As-Saqaf bin Sayid Muhammad Maula Dawilah Al-’Aidrus. Silisahnya kemudian sampai pada Sayidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah. Dengan demikian Syaikh Arsyad masih memiliki darah keturunan Rasulullah.

Abdullah tercatat sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (Martapura). Dalam riwayat lain menyebut bahwa apakah Sayid Abu Bakar As-Sakran atau Sayid Abu Bakar bin Sayid `Abdullah Al-’Aidrus yang dikatakan berasal dari Palembang itu kemudian pindah ke Johor, dan lalu pindah ke Brunei Darussalam, Sabah, dan Kepulauan Sulu, yang kemudian memiliki keturunan kalangan sultan di daerah itu. Yang jelas, para sultan itu masih memiliki tali temali hubungan dengan Syaikh Arsyad yang berinduk ke Hadramaut, Yaman. Bapaknya Abdullah merupakan seorang pemuda yang dikasihi sultan (Sultan Hamidullah atau Tahmidullah bin Sultan Tahlilullah 1700-1734 M).

Bapaknya bukan asal orang Banjar,tetapi datang dari India mengembara untuk  menyebarkan Dakwah,Belia seorang ahli seni ukiran kayu. Semasa ibunya hamil,kedua Ibu Bapaknya sering berdo’a agar dapat melahirkan anak yang alim dan zuhud. Setelah lahir,Ibu Bapaknya mendidik dengan penuh kasih sayang setelah mendapat anak sulung yg dinanti-nantikan ini. Beliau dididik dengan dendangan Asmaul-Husna,disamping berdo’a kepada Allah.Setelah itu diberikan pendidikan al-qur’an kepadanya. Kemudian barulah menyusul kelahiran adik-adiknya yaitu ;  ’Abidin, Zainal abidin, Nurmein, Nurul Amein.

Muhammad Arsyad lahir di Banjarmasin pada hari Kamis dinihari, pukul 03.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H atau 17 Maret 1710 M.

Semasa Kecil
Sejak kecil, Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari Cergas dan Cerdas serta mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Kehebatan beliau sejak kecil ialah dalam bidang seni Lukis dan seni tulis, sehingga siapa saja yang melihat karyanya akan merasa kagum dan terpukau.
Pada suatu hari, sultan mengadakan kunjungan kekampung-kampung, Pada saat baginda sampai kekampung lok Gabang, Baginda berkesempatan melihat hasil karya lukisan Muhammad Arsyad yang indah lagi memukau hati itu. justeru Sultan berhajat untuk memelihara dan mendidik Muhammad Arsyad yang tatkala itu baru berusia 7 tahun.
Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian beliau dikawinkan dengan seorang perempuan yang soleha bernam Tuan Bajut, Hasil perkawinan beliau memperoleh seorang putri yang diberinam Syarifah.

Beliau telah meneruskan pengembaraan ilmunya ke Mekah selama 30 tahun dan Madinah selama 5 tahun. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh sultan.

Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut adalah Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis (yang kemudian menjadi menantu Syaikh). Guru yang banyak disebut adalah Syeikh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani Al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Arsyad tinggal di sebuah rumah di Samiyah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Syeikh Arsyad juga belajar kepada guru-guru Melayu di Arab Saudi, seperti Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok Al-Fathani (Thailand Selatan), Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani.

Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah hingga ke pengarangnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin bin Isa Al-Fadani (Padang, Sumatera Barat) dalam beberapa buah karya beliau. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil jasa-jasanya membuka mata rakyat Banjar atau dunia Melayu.

Rekan-rekan Arsyad selama di Mekah kemudian juga menjadi ulama terkenal. Syeikh `Abdus Shamad Al-Falimbani pengarang Sayrus Salaikin, Syeikh `Abdur Rahman Al-Mashri Al-Batawi (akkek Sayid `Utsman bin Yahya, Mufti Betawi yang terkenal), Syeikh Muhammad Nafis bin Idris Al-Banjari, pengarang kitab Ad-Durrun Nafis, Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar As-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil), Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad At-Tarmasi (Termas, Jawa Timur), Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim Al-Fathani (Thailand Selatan), dan banyak lagi.

Penulisan

Tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekah, sekali gus menulis kitab di Mekah juga. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercayai bahawa beliau juga pernah mengajar di Mekah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Lagi pula nampaknya beliau lebih mencurahkan khidmat derma baktinya di tempat kelahirannya sendiri yang seolah-olah tanggungjawab rakyat Banjar terbeban di bahunya. Ketika mulai pulang ke Banjar, sememangnya beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut-paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam. Walaupun begitu beliau masih sempat menghasilkan beberapa buah karangan.
Karya-karya Syeikh Arsyad banyak ditulis dalam bahasa Arab-Melayu atau Jawi yang memang diperuntukkan untuk bangsanya. Meskipuin ia memiliki kemampuan menulis berbagai kitab dalam bahasa Arab, tapi, ia lebih suka menuliskannya dalam bahasa Jawi. Ia mengajarkan kitab-kitab semacam Ihya Ulumiddin karya Imam Ghazali kepada para muridnya.
Karangannya yang sempat dicatat adalah seperti berikut di bawah ini:
  1. Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu’minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M
  2. Luqtah al-’Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M.
  3. Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diseselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M
  4. Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M.
  5. Kitab Bab an-Nikah.
  6. Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi
  7. Kanzu al-Ma’rifah
  8. Ushul ad-Din
  9. Kitab al-Faraid
  10. Hasyiyah Fat-h al-Wahhab
  11. Mushhaf al-Quran al-Karim
  12. Fat-h ar-Rahman
  13. Arkanu Ta’lim as-Shibyan
  14. Bulugh al-Maram
  15. Fi Bayani Qadha’ wa al-Qadar wa al-Waba’
  16. Tuhfah al-Ahbab
  17. Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya, Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.
Ada pun karyanya yang pertama, iaitu Tuhfah ar-Raghibin, kitab ini sudah jelas atau pasti karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari bukan karya Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani seperti yang disebut oleh Dr. M. Chatib Quzwain dalam bukunya, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad AI-Falimbani, yang berasal daripada pendapat P. Voorhoeve. Pendapat yang keliru itu telah saya bantah dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad (l990). Dasar saya adalah bukti-bukti sebagai yang berikut:
  1. Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, “Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu’minin bagi `Alim al-Fadhil al-’Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.”
  2. Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul Arsyadiyah, “Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin …” Pada halaman lain, “Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangkan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu’minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya: datukku, al-’Alim al-’Allamah al-’Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.”
  3. Pada cetakan Istanbul, yang kemudian dicetak kembali oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, Singapura tahun 1347 H, iaitu cetakan kedua dinyatakan, “Tuhfatur Raghibin … ta’lif al-’Alim al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari.” Di bawahnya tertulis, “Telah ditashhihkan risalah oleh seorang daripada zuriat muallifnya, iaitu `Abdur Rahman Shiddiq bin Muhammad `Afif mengikut bagi khat muallifnya sendiri …”. Di bawahnya lagi tertulis, “Ini kitab sudah cap dari negeri Istanbul fi Mathba’ah al-Haji Muharram Afandi”.
  4. Terakhir sekali Mahmud bin Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari mencetak kitab Tuhfah ar-Raghibin itu disebutnya cetakan yang ketiga, nama Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari tetap dikekalkan sebagai pengarangnya.
Daripada bukti-bukti di atas, terutama yang bersumber daripada Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani dan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq adalah cukup kuat untuk dipegang kerana kedua-duanya ada hubungan dekat dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari itu. Syeikh Daud bin `Abdullah al-Fathani adalah sahabat Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari sedangkan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq pula adalah keturunan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari. Mengenai karya-karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari yang tersebut dalam senarai, insya-Allah akan dibicarakan pada kesempatan yang lain.

  Masih banyak lagi tulisan dan catatan syaikh yang disimpan kalangan muridnya yang kemudian diterbitkan di Istambul (Turki), Mesir, Arab Saudi, Mumbai (Bombai), Singapura, dan kemudian Jakarta Surabaya, dan Cirebon. Di samping itu beliau menulis satu naskah al Quranul Karim tulisan tentang beliau sedikit, yang sampai sekarang masih terpelihara dengan baik.

Keturunan
Zurriyaat (anak dan cucu) beliau banyak sekali yang menjadi ulama besar, pemimpin-pemimpin, yang semuanya teguh menganut Madzhab Syafi’i sebagai yang di wariskan oleh Syeikh Muhammad Arsyad Banjar.

Diantara zurriyat beliau yang kemudian menjadi ulama besar turun temurun adalah :

l . H. Jamaluddin, Mufti, anak kandung, penulis kitab “perukunan Jamaluddin”.
2. H. Yusein, anak kandung, penulis kitab “Hidayatul Mutafakkiriin”.
3. H. Fathimah binti Arsyad, anak kandung, penulis kitab “Perukunan Besar”, tetapi namanya tidak ditulis dalam kitab itu.
4. H. Abu Sa’ud, Qadhi.
5. H. Abu Naim, Qadhi.
6. H. Ahmad, Mufti.
7. H. Syahabuddin, Mufti.
8. H.M. Thaib, Qadhi.
9. H. As’ad, Mufti.
10. H. Jamaluddin II., Mufti.
11. H. Abdurrahman Sidiq, Mufti Kerajaan Indragiri Sapat (Riau), pengarang kitab “Risalah amal Ma’rifat”, “Asranus Salah”, “Syair Qiyamat”, “Sejarah Arsyadiyah” dan lain lain.
12. H.M. Thaib bin Mas’ud bin H. Abu Saud, ulama Kedah, Malaysia, pengarang kitab “Miftahul jannah”.
13. H. Thohah Qadhi-Qudhat, penbina Madrasah “Sulamul ‘ulum’, Dalam Pagar Martapura.
14. H.M. Ali Junaedi, Qadhi.
15. Gunr H. Zainal Ilmi.
16. H. Ahmad Zainal Aqli, Imam Tentara.
17. H.M. Nawawi, Mufti.
18. Dan lain-lain banyak lagi.


Semuanya yang tersebut di atas adalah zurriyat-zurrivat Syeikh Arsyad yang menjadi ulama dan sudah berpulang ke rahmatullah.

Sebagai kami katakan di atas, Syeikh Mubammad Arsyad bin Al Banjari dan sesudah beliau, zurriyat-zariyat beliau adalah penegak-penegak Madzhab Syafi’i dan faham Ahlussunna,h wal Jama’ah, khususnya di Kalimantan.


Syaikh Arsyad wafat pada 6 Syawal 1227 H atau 3 Oktober 1812 M. Beliau meninggal dunia pada usia 105 tahun dengan meninggalkan sumbangan yang besar terhadap masyarakat islam di Nusantara.

Makamnya dianggap keramat dan hingga kini masih diziarahi orang. Haulnya pada Syawwal lalu dihadiri Menteri Agama RI H. Muhamamd Maftuch Basyuni bersama ribuan masyarakat, termasuk dari Malaysia, Sumatera, dan Jawa.

Mudah-mudahan Allah menurunkan rahmat kepada keluarga mereka dan kita semuanya, amin-amin.

Menghormati Al-Quran Sehingga Menjadi Abu | Harian Metro : "Abu Al-Quran Jadi Buruan"


Akhbar Harian Metro dan Laman Web Harian Metro Online memaparkan kisah berkenaan "Abu Al-Quran Jadi Buruan" pada hari sabtu tempoh hari. Disini ingin menerangkan bahawa, Al-Quran adalah sebuah kitab suci yang telah diwahyukan oleh Allah s.w.t. Ianya perlu dibaca dan difahami isi kandungan kitab tersebut. Janganlah kita melakukan sesuatu perbuatan yang boleh mendatangkan syirik dan khurafat dengan menggunakan ayat suci Al-Quran walaupun ianya telah menjadi Abu. Allah s.w.t menurunkan kitab suci untuk manusia beriman kepadaNya.


Ingin beri teguran kepada wartawan yang menerbitkan artikel ini. Jangan membuat sesuatu tajuk yang boleh orang mempertikaikan yang bukan-bukan. Jika ingin sampaikan dakwah, bawa tajuk dan jalan cerita yang baik. Terdapat banyak tohmahan daripada mereka yang tidak mengerti mesej yang disampaikan. Masih ramai lagi yang belum tahu Ibadah Fardhu Kifayah ini. 

Abu al-Quran jadi buruan | myMetro



IPOH: Abu pembakaran al-Quran oleh sebuah syarikat yang diberi tanggungjawab melupuskan kitab suci yang rosak kini diburu orang ramai untuk pelbagai tujuan, termasuk mengubati penyakit dan ada yang mencampurkannya ke dalam air untuk diminum anak supaya terang hati.
Itu antara perbuatan pelik segelintir orang yang percaya abu al-Quran mempunyai keistimewaan seperti diceritakan pengerusi Syarikat Percetakan Saufi, Rahmat Mahdan, yang menguruskan pembakaran naskah al-Quran untuk tujuan pelupusan.
Katanya, dia menyedari perkara itu selepas orang yang datang mengambil abu berkenaan bertambah sejak berita pembuangan abu puluhan ribu naskhah al-Quran seberat satu setengah tan ke dalam laut berhampiran Pulau Sembilan di Lumut, Perak, disiarkan media Oktober lalu.
“Kebanyakannya memberi pelbagai alasan. Seorang lelaki mahu mencampurkan abu itu ke dalam air untuk diminum anaknya supaya pandai membaca al-Quran.
“Saya membenarkannya mengambil sedikit abu tetapi memaklumkan hanya untuk sekali. Saya mengingatkan ia tidak boleh dijadikan kepercayaan sebaliknya ikhtiar semata-mata, selebihnya berserah kepada Allah,” katanya ketika dihubungi, semalam.
Bagaimanapun, katanya, tidak semua yang datang dibenarkan mengambil abu berkenaan.naskah al-Quran itu.
Katanya, pertambahan mendadak pengunjung menyebabkannya mengambil langkah keselamatan tambahan bagi mengelak kecurian abu Al-Quran.
“Saya tengok orangnya juga dan hanya memberinya kepada orang yang ikhlas mahu menggunakannya sebagai ikhtiar. “Saya bimbang ada pihak yang mahu menggunakan abu ini untuk tujuan tidak elok. Berikutan semakin ramai yang datang semata-mata untuk mengambil abu, saya memberi peringatan lebih awal mengenai larangan pengambilan abu,” katanya.
Perkara ini mungkin disebabkan kejadian luar biasa ketika proses pembuangan abu pembakaran naskhah al-Quran di Pulau Sembilan apabila abu yang dibuang ke laut, berwarna kelabu yang dianggap pelik berbanding kertas biasa yang menjadi hitam apabila dibakar.
Ia disaksikan lebih 30 ahli rombongan diketuai Mufti Perak, Tan Sri Harussani Zakaria ketika melupuskan abu al-Quran di sekitar perairan pulau berkenaan yang pertama kali dilakukan di laut dalam.
Abu al-Quran yang dibakar itu dikumpul Syarikat Percetakan Saufi di Batu 10, Jalan Cheras, Kajang, Selangor, sebelum dihantar ke dermaga Pangkalan Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) Lumut menggunakan van milik syarikat berkenaan.
Katanya, pelupusan sisa ayat Al-Quran dalam apa juga bentuk perlu dilakukan mengikut tertib demi menjaga kesucian wahyu Allah yang menjadi mukjizat Nabi Muhammad dan panduan hidup umat Islam hingga kiamat.
Menurutnya, al-Quran yang buruk, tidak berkulit dan koyak atau risalah serta buku teks yang mempunyai ayat al-Quran perlu dilupuskan dengan cara tertib.
Katanya, bahan terkumpul dilupus menggunakan mesin pembakar khas (insinerator) dibangunkan syarikatnya di Pusat Pengumpulan dan Pelupusan Ayat Al-Quran Percetakan Saufi di Batu 10 Cheras, Kajang, Selangor.
Sementara itu, Mufti Perak, Tan Sri Harrusani Zakaria menegur sinis pihak yang berpegang kepada kepercayaan berkenaan.
“Bukan khasiat yang kita dapat, sakit perut mungkin. Saya minta mereka berhenti melakukannya kerana tidak memberi kesan.“Mereka sepatutnya melakukan cara yang paling mudah iaitu bersembahyang, berdoa dan bertawakal,” katanya.

Firman Allah s.w.t
“Syaitan menjanjikan kemiskinan kepada kamu 
(bersedekah amal jariah) dan menyuruh kamu berbuat kejahatan, dan 
Allah menjanjikan kepadamu ampunan dan kurnia-Nya. 
Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui”
Al-Baqarah : 268


Siapakah Tuan Tabal....? | Kisah dan Riwayat

| TUAN TABAL |
PENYEBAR THARIQAT AHMADIYAH PERTAMA DI NUSANTARA
Oleh WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH (Khazanah Fathaniyah)


Nama sebenarnya ialah Haji Abdus Shamad bin Muhammad Saleh Tabal al-Fathani al-Kalantani. Sebelum bergelar Tuan Tabal beliau juga pernah digelar Tuan Kutan. Oleh sebab semua tulisan yang meriwayatkan Tuan Tabal sebelum ini tidak pernah menyebut bahawa beliau adalah beripar dengan Syeikh Wan Ali Kalantani, maka sebelum meneruskan riwayat ini dirasakan perlu menulis perbandingan di bawah ini. Para penulis Kelantan selama ini menyebut bahawa isteri Tuan Tabal itu bernama Wan Tsum atau Wan Kaltsum anak Tok Semian. Maklumat daripada keluarga ini di Terengganu menyebut bahawa Tok Semian adalah nama gelar kepada Haji Abdur Rahman. Apabila kita teliti maklumat ini, maka salasilah yang diperoleh dari Terengganu ada benarnya, kerana ayah Syeikh Wan Ali Kutan dan Wan Kaltsum, adiknya memang bernama Abdur Rahman. Cuma ayah Abdur Rahman di sini bernama Abdul Ghafur, sedangkan ayah Abdur Rahman pada konteks isteri Tuan Tabal sebelum ini dikatakan bernama Lebai Muda. Kemungkinan Lebai Muda di sini adalah nama gelar juga bagi Abdur Ghafur pada konteks datuk kepada Syeikh Wan Ali Kutan dan saudaranya Wan Kaltsum tersebut. Penulis meyakini maklumat versi Terengganu ini, namun walau bagaimana pun penelitian tetap masih perlu dijalankan tanpa hentinya.



KELAHIRAN DAN PENDIDIKAN
Ada pertikaian pendapat tentang tahun kelahiran Tuan Tabal. Yang pertama mengatakan bahawa beliau lahir tahun 1816 Masihi, dan pendapat yang kedua menyebut tahun 1840 Masihi. Nik Abdul Aziz bin Haji Nik Hassan dalam buku Sejarah Perkembangan Ulama Kelantan menentukan bahawa Tuan Tabal lahir pada tahun 1840 Masihi, yang diikuti oleh Hamdan Hassan dalam bukunya Tarekat Ahmadiyah di Malaysia Suatu Analisa Fakta Secara Ilmiah (DBP, 1990, hlm.72). Disebabkan ada dua pendapat di atas, maka penulis masih ragu dengan kedua-dua tahun yang disebutkan itu. Kedua-dua tahun yang disebutkan penulis-penulis lain tidak menyebutkan tahun Arabiyahnya. Padahal pada zaman itu tidak ada ulama kita mencatatkan tahun kelahiran dan tahun wafat menggunakan tahun Masihi. Pemindahan dari tahun Arabiyah kepada tahun Masihi sering terjadi kekeliruan, sebagai contoh Nik Abdul Aziz dalam buku yang sama tersebut di atas (lihat hlm. 99) menyebut bahawa Syeikh Ahmad al-Fathani lahir tahun 1872, padahal hanya salah menyalinnya sahaja daripada tulisan penulis dalam majalah Dian bil. 49, 1972, yang penulis tulis tahun 1272 Hijrah bukan 1872 Masihi.Tulisan terawal Tuan Tabal ialah Munabbihul Ghafilin yang beliau selesaikan dalam tahun 1285 Hijrah yang jika dijadikan tahun Masihi lebih kurang tahun 1868 Masihi, bererti ketika itu Tuan Tabal baru berusia 28 tahun. Kitab yang tersebut itu walaupun nipis sahaja, namun mencorakkan falsafah mistik peringkat tinggi, yang menurut tradisi ulama dunia Melayu, ilmu tasawuf semacam itu tidak pernah ditulis oleh orang-orang yang berumur 28 tahun. Walaupun mereka menguasai ilmu tasawuf, namun mereka lebih suka menulis ilmu-ilmu yang bercorak zahir saja. Oleh sebab hal-hal yang tersebut di atas tahun 1840 Masihi itu perlu penyelidikan lebih lanjut.Setelah memperoleh ilmu di Patani, Tuan Tabal melanjutkan pelajarannya ke Mekah. Oleh sebab ilmu Arabiyah beliau kurang kemas sewaktu di Patani, beliau diperintah oleh gurunya Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki memperdalam ilmu-ilmu Arabiyah itu daripada Syeikh Ahmad al-Fathani, walaupun Syeikh Ahmad al-Fathani sendiri jauh lebih muda daripada Tuan Tabal. Tuan Tabal lebih muda sedikit umurnya daripada Syeikh Muhammad Zain al-Fathani, ayah kepada Syeikh Ahmad al-Fathani.Mengenai Tuan Tabal belajar kepada Syeikh Ahmad al-Fathani itu sangat masyhur diceritakan oleh guru-guru pondok. Juga telah dirakamkan berupa tulisan oleh beberapa orang di antaranya Muhammad Uthman El-Muhammady, Hamdan Hassan (dalam buku yang sama di atas) dan lain-lain. Namun demikian tulisan Hamdan Hassan mengenai kepulangan Tuan Tabal dari Mekah sebelum tahun 1860 Masihi (lihat hlm. 74) masih meragukan. Sebab, dalam tahun 1860 Masihi itu Syeikh Ahmad al-Fathani baru berumur 4 tahun, jadi dalam tahun berapakah Tuan Tabal belajar kepada Syeikh Ahmad al-Fathani ? Sebab itu mahu tidak mahu kita terpaksa memilih salah satu daripada dua, iaitu Tuan Tabal benar pernah belajar kepada Syeikh Ahmad al-Fathani jauh sesudah tahun 1860 Masihi, atau Tuan Tabal tidak pernah belajar kepada Syeikh Ahmad al-Fathani kerana ketika beliau turun dari Mekah pada tahun 1860 Masihi, Syeikh al-Fathani masih kanak-kanak.

Penulis tetap masih berpegang kepada cerita yang mutawatir bahawa Tuan Tabal memang pernah belajar kepada Syeikh Ahmad al-Fathani, namun yang perlu penelitian ialah tahun-tahun yang bersangkutan dengan Tuan Tabal kerana masih banyak yang diragui. Ada pun tahun-tahun yang melibatkan Syeikh Ahmad al-Fathani mulai lahir, aktiviti kepelbagaian dalam kehidupan dan tarikh wafat semuanya cukup jelas kerana dokumen mengenai beliau memang tercatat secara teratur. Dalam waktu yang sama Tuan Tabal, Syeikh Wan Ali Kutan dan Syeikh Ahmad al-Fathani menerima Thariqat Ahmadiyah daripada Sidi Syeikh Ibrahim ar-Rasyidi. Sidi Syeikh Ibrahim ar-Rasyidi adalah murid kepada Sidi Ahmad Idris, iaitu daripadanya dinisbahkan Thariqat Ahmadiyah yang tersebut. Oleh sebab Tuan Tabal pulang ke Kelantan sedangkan Syeikh Wan Ali Kutan dan Syeikh Ahmad al-Fathani tetap tinggal di Mekah, maka dipercayai Tuan Tabal adalah orang pertama menyebarkan thariqat tersebut di Kelantan dan sekitarnya, atau tempat-tempat lain di Nusantara.Sampai artikel ini ditulis memang belum diketahui orang lain yang lebih awal menyebarkan thariqat itu di dunia Melayu, bagaimanapun penyebaran yang dilakukan oleh Tuan Tabal tidaklah secara besar-besaran seperti yang dilakukan oleh Syeikh Muhammad Sa'id Negeri Sembilan yang muncul agak terkebelakang sedikit daripada Tuan Tabal.

AKTIVITI
Maklumat mengenai Tuan Tabal, pengamal Thariqat Ahmadiyah yang tersebut dapat disemak daripada surat Raja Kelantan ibnu Sultan Muhammad kepada Syeikh Ahmad al-Fathani tarikh 14 Ramadan 1323 Hijrah, tertulis,''... orang yang dahulu beberapa banyak terima Thariqat Rasyidi, seperti Tuan Haji Abdus Shamad Tabal ...'' Dipercayai beliau telah mengajar thariqat yang tersebut terutama kepada anak-anak beliau. Bagaimanapun pengajaran Thariqat Ahmadiyah yang disebarkan oleh Tuan Tabal bukanlah merupakan pengajian asas. Pengajian yang asas dan pemantapan beliau mula mengajarnya di kampung Kutan, Kelantan, selanjutnya pindah ke Terengganu. Di antara muridnya di Terengganu ialah Bentara Guru Haji Wan Saleh, iaituDato' Bentara Guru Mufti Terengganu. Selanjutnya beliau mengajar pondok di kampung Tempoyak Tabal. Setelah berpindah ke Kota Bharu, Kelantan, pengajaran dan dakwah lebih dipergiatkan lagi. Beliau telah berhasil membangun sebuah surau tempat beribadat dan mendidik umat di Lorong Semian.

PENULISAN
Karya Tuan Tabal yang telah ditemui ialah:
1. Munabbihul Ghafilin, diselesaikan hari Sabtu, 2 Muharam 1285 Hijrah/ 1868 Masihi. Kandungannya membicarakan tasawuf, merupakan petikan daripada kitab Ihya Ulumid Din dan Masyariqul Anwar. Naskhah yang dicetak berasal daripada salinan anak beliau, Nik Abdullah pada hari Sabtu, 29 Syaaban 1320 Hijrah.

2. Jalalul Qulub bi Zikrillah, diselesaikan pada waktu Zuhur, hari Rabu, 18 Muharam 1287 Hijrah/1870 Masihi. Kandungannya juga mengenai tasawuf. Cetakan pertama oleh Majlis Ugama Islam Kelantan, 29 Zulhijjah 1254 Hijrah/ 1935 Masihi. Cetakan yang kedua, Mathba'ah al-Kamaliyah, Kota Bharu, Kelantan. Diberi kata pendahuluan oleh Tuan Guru Haji Nik Daud bin Ahmad Jambu, di Bukit Rahmah Tanah Merah, Kelantan.

3. Kifayatul `Awam fima Yajibu `alaihim min Umuril Islam, diselesaikan 14 Safar 1295 Hijrah/1878 Masihi. Manuskrip kitab ini telah penulis miliki pada 3 Syawal 1411 Hijrah, dihadiahkan oleh salah seorang keturunan Tuan Guru Haji Ahmad bin Abdul Manan (ulama Kelantan murid Syeikh Ahmad al-Fathani). Manuskrip tersebut tidak lengkap dan merupakan salinan yang dilakukan pada akhir bulan Syawal 1321 Hijrah/1903 Masihi. Selain manuskrip penulis juga memiliki cetakan batu yang diperoleh di Senggora (1991). Tempat dan tarikh cetakan tiada tersebut dalam cetakan huruf batu tersebut.

4. Mun-yatu Ahlil Auwab fi Bayanit Taubah, oleh sebab saya tidak dapat merujuk kitab asli, maka tidak dapat memastikan yang mana sebenarnya judul yang betul, apakah seperti yang penulis tulis itu atau yang satu lagi tertulis ``... al-Awbah ...'' bukan `` ... Auwab ...''. Tertulis Auwab berdasarkan senarai tulisan tangan yang penulis peroleh daripada salah seorang keturunan Tuan Tabal, dalam senarai Nik Abdul Aziz juga sama demikian. Yang menulis al-Awbah ditulis oleh beberapa penulis termasuk Hamdan Hassan (lihat hlm. 238). Daripada senarai Hamdan Hassan diperoleh maklumat bahawa kitab ini pernah diterbitkan oleh Mustafa Press, Kota Bharu (tanpa tahun).

5. Bab Harap, dicetak oleh Mathba'ah al-Kamaliyah, Kota Bharu, 1359 Hijrah/ 1940 Masihi.

6. Bidayatu Ta'limil `Awam fi Tarafi min Arkanil Islam, tanpa menyebut tarikh. Pernah dicetak oleh Mathba'ah al-Miriyah, Mekah, 1323 Hijrah/1906 Masihi. Cetakan kelima oleh Mathba'ah al-Kamaliyah, Kota Bharu.

7. Manhatul Qaribil Mujib wa Mughnir Raghibin fit Taqrib, diselesaikan pada Jumaat, 10 Zulhijjah 1300 Hijrah/1882 Masihi. Kandungan kitab ini ialah usuluddin, fikah dan tasawuf. Tetapi yang terpenting ialah fikah. Cetakan yang kedua oleh Mathba'ah al-Kamaliyah, Kota Bharu, 1354 Hijrah/ 1935 Masihi. Kitab ini adalah karya Tuan Tabal yang paling tebal, 327 halaman menurut ukuran model kitab-kitab Melayu/Jawi.

8. Mun-yatul Muridin fi Ba'dhi Ausafi Saiyidil Mursalin, kitab ini tidak sempat diselesaikan kerana beliau meninggal dunia. Kitab ini pernah diterbitkan oleh Mathba'ah al-Kamaliyah, Kota Bharu, 1345 Hijrah/1926 Masihi.











Beberapa orang anak dan keturunan Tuan Tabal yang menjadi ulama, di antaranya Mufti Haji Wan Muhammad, Mufti Haji Wan Musa dan lain-lain akan dibicarakan dalam siri-siri berikutnya.

Siapa Syaikh Abdul Qadir Jailani...? | Kisah dan Riwayat

 KISAH DAN RIWAYAT SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI

Biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani termuat dalam kitab Adz Dzail 'Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali.

Beliau adalah seorang ulama besar sehingga suatu kewajaran jika sekarang ini banyak kaum muslimin menyanjungnya dan mencintainya. Akan tetapi kalau meninggi-ninggikan derajat beliau berada di atas Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka hal ini merupakan suatu kekeliruan. Karena Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah rasul yang paling mulia di antara para nabi dan rasul yang derajatnya tidak akan pernah bisa dilampaui di sisi Allah oleh manusia siapapun.

Ada juga sebagian kaum muslimin yang menjadikan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani sebagai wasilah (perantara) dalam do'a mereka. Berkeyakinan bahwa do'a seseorang tidak akan dikabulkan oleh Allah, kecuali dengan perantaraannya. Ini juga merupakan kesesatan.

Menjadikan orang yang sudah meninggal sebagai perantara tidak ada syari'atnya dan ini sangat diharamkan. Apalagi kalau ada yang berdo'a kepada beliau. Ini adalah sebuah kesyirikan besar. Sebab do'a merupakan salah satu bentuk ibadah yang tidak boleh diberikan kepada selain Allah. Allah melarang makhluknya berdo'a kepada selainNya.

Allah berfirman, yang artinya:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al Jin:18)

Kelahirannya
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang 'alim di Baghdad yang lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga Kailan. Sehingga di akhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy. 

Pendidikannya
Pada usia yang masih muda beliau telah merantau ke Baghdad dan meninggalkan tanah kelahirannya. Di sana beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthath, Abul Husein Al Farra' dan juga Abu Sa'ad Al Mukharrimi sehingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para ulama.

Pemahamannya
Beliau seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup beliau. Beliau adalah seorang alim yang beraqidah ahlus sunnah mengikuti jalan Salafush Shalih. Dikenal banyak memiliki karamah-karamah. Tetapi banyak pula orang yang membuat-buat kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah, perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, "thariqah" yang berbeda dengan jalan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan lainnya.

Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menyatakan dalam kitabnya, Al Ghunyah, "Dia (Allah) di arah atas, berada di atas 'ArsyNya, meliputi seluruh kerajaanNya. IlmuNya meliputi segala sesuatu. "Kemudian beliau menyebutkan ayat-ayat dan hadits-hadits, lalu berkata, "Sepantasnya menetapkan sifat istiwa' (Allah berada di atas 'ArsyNya) tanpa takwil (menyimpangkan kepada makna lain). Dan hal itu merupakan istiwa' dzat Allah di atas 'Arsy.

Dakwahnya
Suatu ketika Abu Sa'ad Al Mukharrimi membangun sekolah kecil di sebuah daerah yang bernama Babul Azaj dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir. Beliau mengelola sekolah ini dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memeberikan nasehat kepada orang-orang yang ada di sana, sampai beliau meninggal dunia di daerah tersebut. 

Banyak sudah orang yang bertaubat demi mendengar nasihat beliau. Banyak orang yang bersimpati kepada beliau, lalu datang ke sekolah beliau. Sehingga sekolah ini tidak kuat menampungnya. Maka diadakan perluasan.

Imam Adz Dzahabi dalam menyebutkan biografi Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, menukilkan perkataan Syaikh sebagai berikut, "Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat."

Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti Al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam. Ibnu Qudamah penyusun kitab fiqh terkenal Al Mughni.

Wafatnya
Beliau Wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi'ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.

Pendapat ulama
Ketika ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al jailani, Ibnu Qudamah menjawab, "Kami sempat berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Beliau menempatkan kami di sekolahnya. Beliau sangat perhatian kepada kami. Kadang beliau mengutus putra beliau Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Terkadang beliau juga mengirimkan makanan buat kami. Beliau senantiasa menjadi imam dalam shalat fardhu."

Ibnu Rajab di antaranya mengatakan, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh banyak para syaikh, baik ulama dan para ahli zuhud. Beliau memiliki banyak keutamaan dan karamah. Tetapi ada seorang yang bernama Al Muqri' Abul Hasan Asy Syathnufi Al Mishri (orang Mesir) mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar (kebohongannya). Cukuplah seorang itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang dia dengar. Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku tidak tenteram untuk meriwayatkan apa yang ada di dalamnya, kecuali kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari kitab selain ini. Karena kitab ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat perkara-perkara yang jauh (dari agama dan akal), kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak terbatas. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Kemudian aku dapatkan bahwa Al Kamal Ja'far al Adfawi telah menyebutkan bahwa Asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang diriwayatkannya dalam kitab ini."

Ibnu Rajab juga berkata, "Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki pendapat yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah. Beliau memiliki kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq, kitab yang terkenal. Beliau juga mempunyai kitab Futuhul Ghaib. Murid-muridnya mengumpulkan perkara-perkara yang banyak berkaitan dengan nasehat dari majelis-majelis beliau. Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang pada sunnah. "

Imam Adz Dzahabi mengatakan, "intinya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap sebagian perkataannya, dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang-orang beriman). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama beliau." (Syiar XX/451).

Imam Adz Dzahabi juga berkata, "Tidak ada seorangpun para ulama besar yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak kisah hikayat, selain Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi."

Syaikh Rabi' bin Hadi Al Makhdali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil, hal.136, "Aku telah mendapatkan aqidah beliau (Syaikh Abdul Qadir Al Jailani) di dalam kitabnya yang bernama Al Ghunyah. Maka aku mengetahui dia sebagai seorang Salafi. Beliau menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj salaf. Beliau juga membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah, dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf.

Kelebihan dan Pentingnya Membaca Surah Al-Kahfi

KELEBIHAN DAN PENTINGNYA MEMBACA SURAH AL-KAHFI

 SELAMATKANLAH DIRI ANDA DARI FITNAH DAJJAL

AMALKAN SURAH AL-KAHFI SETIAP HARI


DALIL HADIS

 Rasulullah saw bersabda:“Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi, ia akan terjaga selama delapan hari dari setiap fitnah, jika Dajjal keluar dalam delapan hari Allah akan menjaganya dari fitnah Dajjal.” Hadis ini bersumber dari Ubay bin Ka’b dari Nabi saw. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 3: 242)


 KELEBIHAN MEMBACA SURAH AL-KAHFI SELAMAT DARI FITNAH DAJJAL
 
Rasulullah saw bersabda:“Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari surat Al-Kahfi, ia tidak akan terkena bahaya fitnah Dajjal, barangsiapa yang membaca seluruh ayatnya ia akan masuk surga.” Hadis ini bersumber dari Sammarah bin Jundab dari Nabi saw. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 3: 242)

Rasulullah saw bersabda:“Maukah aku tunjukkan padamu suatu surat yang diikuti oleh seribu malaikat ketika diturunkan, dan keagungannya memenuhi antara langit dan bumi?” Sahabat menjawab: Mau. Rasulullah saw bersabda: “Surat Ashhabul Kahfi. Barangsiapa yang membacanya pada hari Jum’at, Allah akan mengampuni dosanya sampai Jum’at berikutnya dan ditambah tiga hari, diberi cahaya yang mencapai ke langit, dan akan terjaga dari fitnah Dajjal.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 3: 243)

Rasulullah saw bersabda:“Barangsiapa yang menjaga sepuluh ayat dari surat Al-Kahfi, ia akan memiliki cahaya pada hari kiamat.” Hadis ini bersumber dari Abu Darda’ dari Nabi saw. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 3: 243)

Rasulullah saw bersabda:“Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, ia akan terjaga hingga tahun berikutnya dari setiap fitnah, dan jika Dajjal keluar ia akan terjaga darinya.” Hadis ini bersumber dari Said bin Muhammad Al-Jurmi dari ayahnya dari kakeknya dari Nabi saw. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 3: 243)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:“Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi setiap malam Jum’at, ia tak akan mati kecuali mati syahid, Allah akan membangkitkannya sebagai orang yang syahid, dan pada hari kiamat ia akan bersama orang-orang yang syahid.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 3: 242)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:“Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi setiap malam Jum’at, ia diampuni dosanya antara Jum’at dan Jum’at berikutnya.” Hadis ini bersumber dari Ayyub bin Nuh dari Muhammad bin Abi Hamzah dari Imam Ja’far Ash-Shadiq. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 3: 242)

PERINGATAN

Kerja-kerja dikawal oleh Kementerian Dalam Negeri dan Mufti Malaysia.

Sila hubungi 03-26933049,26915184 @ 019-3376159 (Rahmat Mahdan) untuk mengetahui kadar caj perkhidmatan terkini.

Firman Allah s.w.t
“Syaitan menjanjikan kemiskinan kepada kamu
(bersedekah amal jariah) dan menyuruh kamu berbuat kejahatan, dan
Allah menjanjikan kepadamu ampunan dan kurnia-Nya.
Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui”
Al-Baqarah : 268

Kerjasama anda kami hargai.

Bersamalah kita menjaga kesucian AL-QURAN.

Buku Pelawat


ShoutMix chat widget